"Muslim Kagetan," Belajarlah Dari Tarian Lokal Bali di Acara Kemenag Kanwil DKI Kemarin

Tarian lokal Bali yang diadakan dalam menyambut HUT Amal Bakti Kemenag Kanwil DKI Jakarta kemarin, membuat kaum kagetan marah. Entah apa yang mereka pikirkan. Tak peduli dengan alasan maupun ungkapan permintaan maaf. Mereka tetap menyalahkan dan mengutuk kegiatan tersebut.
Belajarlah Dari Tarian Pada Acara HUT Amal Bakti Kemenag Kanwil DKI
Foto via: arrahmah.com
Jika dilihat dengan seksama, tarian lokal bali itu dimainkan beberapa wanita dengn baju adat dan beralaskan karpet untuk shalat pada umumnya. Benar seperti itu. Tapi yang dipermasalahkan adalah pemakaian karpet untuk kegiatan menari tersebut.

Sedangkan dari pihak Humas Kemenag DKI sudah meng-klarifikasi, "karpet itu sebelumnya untuk pentas tari saman anak-anak MAN. Belum sempat di gulung sudah keburu tampil tarian bali. Lagian, karpet masjid itu juga bukan miliki Kanwil, tetapi dari aula yang biasa dipakai untuk kegiatan sosial."

Kemenag mempunyai Bimbingan Masyakat atau Bimas yang bertugas melindungi dan menaungi semua agama yang di akui. Bukan Islam saja, melainkan agama lain yang minoritas seperti Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu.

Begitulah kebenarannya. Namun, tetap saja kaum kagetan masih memberontak! Terserahlah. 

Padahal, kalau dilihat, Penari dan Pe-sholat itu sama saja

Kita bisa menilai diri sendiri, ketika kita menggerakkan badan di atas karpet (sholat), apakah sudah memaknainya secara batiniah? Oke, secara hukum syari'at sah-sah saja, tapi secara tauhid, kita jauh dari kata itu. 

Akhirnya, setelah selesai sholat, maksiat masih dijalankan, berdusta masih digencarkan, korupsi pun masih langgengkan. Dan akhirnya, sholat hanya untuk menggugurkan kewajibannya sebagai muslim, bukan mukmin, apalagi muhsin.


"Lantas, kalau keduanya sama dan tak ada bedanya. Kenapa harus marah?!"